Langsung ke konten utama

BAHASA DALAM PANDANGAN FILSUF

 

 

 

PERKEMBANGAN LINGUISTIK

SEJAK SPEKULATIFISME HINGGA GENERATIF TRANSFORMASIONAL



Oleh:

Dr. Suddin M. Saleh Djumadil, S.S., M.Hum

 

 

 

 

BAB   I

PROLOG

 

 

Bahasa merupakan hasil rangkaian pikiran dan perasaan yang arbitrari, bermakna, yang dibunyikan melalui alat artikulatori manusia. Bahasa hanya dimiliki oleh manusia dan digunakan untuk menyampaikan pikiran dan perasaan dalam bentuk oral misalnya melakukan dialog, berceramah, mengekspresikan puisi, bernyanyi, membaca Al Qur’an, berorasi,memberikan instruksi, dan dalam bentuk tulisan misalnya tulisan-tulisan pada prasasti, naskah, buku, novel, nota, surat, kwintasi, koran, majalah, makalah, jurnal, skripai, tesis, dan disertasi.Pada era milinium ini manusia menciptakan media elektronik mutakhir yang dapat mempercepat bahasa lisan dan tulisan.

Hakekat alam fisik dan metafisikharus dijelaskan melalui bahasa, termasuk hakekat diri bahasa itu sendiri perlu diketahui.Makalah ini memaparkan apa sebenarnya bahasa itu hingga muncul berbagai teori bahasa dan makalah ini juga membicarakan perkembangan bahasa yang masih bersifat spekulatif hingga sampai kepada tatabahasa-tatabahasa mutakhir serta memberikan ulasan singkat tentang sosiolinguistik  atau biasa dikenal sebagai makro linguistik.

 

                                                          BAB   II

PEMBAHASAN

 

2.1   Dikotomi Fisei dan Nomos

Di Yunani para filsuf mulai bergeser perhatianya tentang alam ke pembicaraan tentang bahasa. Muncul pertanyaan filosofisnya apakah bahasa dikuasai oleh alam (nature = fisei) ataukah bersifat konvensi (nomos).

Cratylus, seorang tokoh naturalis mengatakan bahwa semua kata pada umumnya mendekati benda yang ia tunjuk. Dengan kata lain, ada hubungan antara komposisi bunyi dengan apa yang dimaksud.Plato berada pada kubu naturalis.Ia berpendapat bahwa semua bahasa berasal dari peniruan bunyi-bunyi berakhir dengan ejekan dan karikatur. Ia juga berpendapat bahwa bahasa pada hakekatnya adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata dan rhemata.

Hermogenes, seorang tokoh aliran konvensional (nomos) berpendapat bahwa makna bahasa diperoleh dari hasil-hasil tradisi, kebiasaan-kebiasaan berupa ‘tacit agreement (persetujuan diam).

 

2.2   Pembicaraan Tentang Bahasa Oleh Filsuf Generasi Kedua

Para filosof memandang bahwa alam ini terstruktur atau teratur.Sehingga keteraturan itu dapat belaku pula pada bahasa.Perhatian terhadap bahasa terus berkembang.Muncul lagi dua aliran yakni analogi dan anomali kedua aliran itu saling berdebat tentang hakekat bahasa.

Tokoh kaum analogi ialah Plato dan Aristoteles.Mereka berpandangan bahwa bahasa itu teratur dan disusun secara teratur pula.Dari pandangan inilah dapat mewujudkan eksistensi struktur (structure), gramatika, logika, dan matematika.

Sedangkan kaum anomalis mempunyai pandangan bahwa bentuk bentuk bahasa itu tidak teratur.Mereka memberikan contoh dengan pertanyaan dan pernyataan misalnya mengapa ada sinonimi dan homonimi, mengapa ada unsur kata yang disebut netral dan kalau bahasa itu konvensional semestinya kekacauan itu diperbaiki.Pandangan itu dapat dipahami bahwa bahasa bersifat arbitrer (sewenang-wenang).

 

2.3   Linguistik Modern (Abad ke-20)

Perhatian terhadap hakekat bahasa yang berfokus pada strukturalisme empirisme.Tokohnya ialah Ferdinand de Saussure.Penganut strukturalisme ini berpandangan bahwa bahasa merupakan suatu bangunan dari unit-unit yang lebih kecil dan sampai yang terkecil misalnya kata, morfem, dan fonem.Pandangan itu terus mengalir ke satu aliran yang disebut aliran Gloosematik.Teori Gloosematik menganggap bahasa sebagai suatu sistem hubungan internal yang seluruhnya merupakan hubungan-hubungan fungsi atau serangkaian fungsi-fungsi.Aliran ini juga menggunakan metode logika formal bertujuan untuk menggambarkan struktur internal bahasa secara lengkap dengan sesederhana mungkin dan tanpa pertentangan.

Oleh karena itu bahasa dianggap sebagai suatu struktur yang berdasarkan kaidah formal.Strukturalisme mengalir ke Noam Chomsky dan Leonard Bloomfield.Pandangan Bloomfield bahwa bahasa bahasa sebagai suatu struktur empiris sampai pada tingkat yang terkecil yakni fonem.Chomsky tampil dengan perbedaan pandangan.Ia mengatakan bahwa struktur kebahasaan itu sudah sebagai suatu teori yang menurunkan semua kalimat-kalimat gramatikal.Dari pandangan Chomsky inilah sumber cikal bakal teori generatif.Upaya teori generatif untuk menjelaskan unsur struktur yang jumlahnya terbatas dalam suatu bahasa dapat menghasilkan kalimat yang jumlahnya takterbatas.(Kaelan, 1998 dari Halliday, 1964:150).

Tokoh-tokoh seperti Schleiermecher, Dilthey, Heidegger, dan Gadamer telah mendapat kesulitan untuk menguak hakekat bahasa.Karena pemikiran mereka hanya terfokus pada makna bahasa yang penuh metafisis sehingga tidak bisa diterjemahkan ke dalam struktur ilmu bahasa yang realitas empiris.Olehnya itu muncul aliran strukturalisme di bidang bahasa yang dikembangkan oleh Ferdinad de Saussure, bahasa bangkit dengan kokoh sebagai ilmu otonom,yang dikenal sebagai linguistik.

Munculnya strukturalisme di bidang bahasa sebagai reaksi terhadap ilmu bahasa tradisonal yang mendasarkan kepada tradisi bahasa Alexandrian yang meletakkan dasar ontologis bahasa pada hakekat makna yang sifatnya nonempiris.Kaum strukturalisme menyatakan bahwa hakekat bahasa ialah suatu struktur (form) yang sifatnya empiris.Bahasa pada hakekatnya tidak memiliki hubungan dengan makna metafisik, dimensi psikologis, baik realitas dunia maupun ide-ide. Aliran strukturalisme yang memproklamirkan sebagai mazhab linguistik modern sangat banyak pengikutnya, antara lain strukturalisme Amerika di bawah komando Leonard Bloomfield dan Noam Chomsky. Tak lama kemudian, Chomsky berbalik pemikirannya dan mendirikan mazhab sendiri dikenal dengan Generatif Transformasional (Transformationalism Generative).Ada juga beberapa aliran muncul misalnya mazhab Praha, mazhab Tagmemik, Taxonomi, mazhab Firthian, dan lain-lain sebagainya.

Kemudian ada aliran-aliran yang tidak sependapat dengan strukturalisme.Tokoh-tokohnya ialah Britton dan Morris.Kedua tokoh itu berpendapat bahwa hakekat bahasa tidak hanya sebagai struktur (form) melaikan juga mempunyai isi (content).Hal ini berarti bahwa hakekat bahasa tidak bisa dipisahkan dengan aktivitas mental manusia.Tokoh-tokoh lain misalnya Sapir dan Whorf menyatakan bahwa isi (content) bahasa yang mempengaruhi mental manusia.Trubetzkoy dan kawan-kawan dalam sealiran Praha menekankan bahwa bahasa sangat berkaitan erat dengan ekspresi.Dengan demikian suatu pandangan filosofis tentang bahasa yang merupakan dasar ontologis berkembangnya ilmu bahasa modern.Selanjutnya beberapa perkembangan teori linguistik modern dan masih terus diuji (aplikasi atau penggunaan) kemutakhirannya  sampai era milinium ini dapat dipaparkan secara singkat sebagai berikut.

 

2.4   Linguistik Struktural Eropa

Linguistik struktural di belahan dunia Eropa dikembangkan oleh Mongin Ferdinad de Saussure (1857 – 1913).Ia dikenal sebagai Bapak linguistik modern dan pelopor strukturalisme.Ia   seorang tenaga pengajar yang mengajar bahasa Sanskerta, Gotik, Jerman Tinggi kuno dan linguistik komparatif di Ecole Pratique des Hautes Etudes Universitas Paris. Kemudian ia pindah di Jenewa dan meneruskan mengajar bahasa Sanskerta dan linguistik historis komparatif. Tiga seri materi kuliahnya tentang linguistik umum dikumpulkan oleh beberapa mahasiswa dan diterbitkan pada tahun 1916 berjudul Cours de Linguistique Generale (pengantar linguistik umum).

 

Konsep-konsep F. de Saussure Tentang Bahasa



a. .Langua dan Parole

Langua merupakan keseluruhan sistem tanda digunakan oleh masyarakat pemakai sebagai alat komunikasi verbal.Kemudian, parole merupakan wujud konkret dari langua.Di dalam penelitian bahasa, parole dijadikan sebagai objek penelitian, bukan langua yang dimanfaatkan sebagai objek penelitian, karena karakteristik langua masih implisit.

 

b.  Sintagmatik dan Asosiatif

Hubungan sintagmatik yakni hubungan yang bergayut pada unsur satu terhadap unsur lain dalam suatu ujaran. Hubungannya tersusun secara  linear dan berkesinambungan. Semua hierarki linguistik melibatkan hubungan sintagmatik itu.

Hubungan asosiatif yakni kaitan elemen – elemen ujaran terhadap elemen -  elemen yang homogen di luar ujaran. Keterlibatan hubungan asosiatif ini juga terdapat pada semua tataran linguistik.

 

c. Hakekat Tanda Bahasa

Ferdinand de Saussure membicarakan hakekat tanda bahasa. Mula – mula ia memberikan istilah signe (tanda) untuk merepresentasikan keseluruhan objek yang dituju.anggapannya bahwa jika hanya istilah signe diberikan, masyarakat tidak akan memahaminya. Kemudian, ia memberikan dua istilah yakni signifie (penanda)  atau yang menandai dan signifiant (petanda) atau yang ditandai agar supaya menkonkretkan signe. Misalnya seseorang mendengar bunyi “arbor” ini ialah penanda atau makna, lalu susunan bunyi yang terdiri dari /a, r, b, o, r/ ialah petanda atau bentuk.

 

d. Sinkronis dan Diakronis

Saussure  menyinggung linguistik sinkronis dan diakronis akan  dipaparkan.Yang dimaksud dari kedua istilah itu adalah studi mengenai bahasa. Jadi bahasa itu dikaji secara diakronis dan secara sinkronis.Saussure berpandangan bahwa analisis bahasa dengan jalan diakronis, yang dimaksud bahwa bahasa itu dikaji mengikuti perkembangan bahasa itu sendiri, mulai pada zaman sebelumnya sampai pada batas waktu yang telah di tentukan, bergantung pada waktu perkembangan fenomena kebahasaan.Sedangkan studi bahasa secara sinkronis yakni studi bahasa pada suatu kurun waktu tertentu saja.

 

 

2. 5Strukturalis Amerika

Selanjutnya penguraian ini beralih kelinguistik strukturalis Amerika.Ada tiga mazhab yang dibicarakan yakni strukturalis Bloomfield, generatif transformasional, dan tagmemik.Ketiga mazhab itu dapat dipaparkan satu per satu di bawah ini.

Leonard Bloomfield (1877 – 1949) terkenal sebagai penganut linguistik struktural di benua Amerika.Bukunya berjudul Language yang diterbitkan pada tahun 1933.Personalitas Bloomfield bisa dikenal lebih jauh.Bloomfield adalah kelahiran Jerman.Keahliannya dalam ilmu filologi, ia meninggalkan filologi gaya Eropa dan beralih pada gerakan linguistik Amerika yang dipelopori oleh Boas. Pada tahun 1914ia menerbitkan buku berjudul Introduction to the Science of Language.Buku ini ditulis sewaktu dia masih dipengaruhi psikologi klasik dari Wilhelm Wundt.Setelah iameninggalkan tradisi filologi, ia pun menolak titik permulaan psikologi untuk memerikan bahasa. Menurutnya, hal penting memerikan bahasa adalah bukti-bukti material dan ujaran langsung.

Bloomfield memandang bahasa sebagai satu aktivitas manusia, maka studi tentang bahasa harus bertolak dari psikologi perilaku manusia (behavioris).Menurut Bloomfield bahwa tingkah laku manusia bisa diterangkan dan diperkirakan berdasarkan pada situasi-situasi bebas dari faktor-faktor internal.Ujaran bisa diterangkan dengan kondisi-kondisi eksternal yang ada di lingkungan peristiwanya. Pengikut Bloomfield menyebut pandangan itu sebagai teori mekanisme (mechanism = behaviorism).Mekanisme atau behaviorisme ialah studi bahasa perilaku manusia dalam situasi-situasi stimulus-respon yang teramati.Teori mekanisme ini pada gilirannya dikritik oleh pemikiran mentalisme Noam Chomsky dan para pengikutnya.

 

2.6Generatif Transformasional

Generatif trasforrmasional atau dapat disebut juga teori sintaksis tata bahasa generatif transformasional (dalam bahasa Inggris disebut Transformational Generative Grammar atau disingkat TGG).Teori ini dikembangkan oleh Noam Chomsky yang juga hidup di daratan benua Amerika.Chomsky dilahirkan di Philadelphia tahun 1928 dari keluarga keturunan Rusia Yahudi.Ayah Chomsky seorang sarjana terkemuka, dan pengalaman Chomsky semasa kecil membantu mengoreksi buku ayahnya dalam bahasa Hebrew.Sebagai salah satu gambaran yang disarankan bahwa linguistik mungkin sesuai dengan keintelektualannya. Sebagai seorang mahasiswa pada Universitas Pennsylvania, ia menekuni Ilmu Linguistik sambil membagi pandangan – pandangan politik yang radikal dengan Zellig Haris yang mengajar disana. Mata kuliah lain yang ditekuni Chomsky adalah Matematika dan Filsafat. Pada permulaan tahun 1950 – an Chomsky telah meyibuk dengan karya penelitiannya sebagai Anggota Yunior dalam bidang Filsafat di Harvard dimana Roman Jakobson juga sedang mengajar disana. Pada tahun 1953 Chomsky diberi tugas untuk mengajar pada Institute Teknologi Massachusetts.

Chaer (2003 : 363 - 365) sepintas mengungkapkan beberapa judul buku Chomsky mengenai perkembangan Tata Bahasa Transformasional antara lain buku Chomsky yang berjudul Syntactic Structure pada tahun 1957. Dengan kritikan dan saran yang dilontarkan berbagai pihak terhadap buku itu, buku kedua berjudul Aspect of the Theory of Syntax muncul pada tahun 1965. Model tata bahasa yang dikembangkan pada buku kedua itu adalah Transformasional Generatif Grammar (TGG) yang biasa disebut Tata Bahasa Tranformasi atau Tata Bahasa Generatif. Buku yang berjudul Aspect of the Theory of Syntax disempurnakan dengan namaStandard Theory. Pada tahun 1972 dikembangkan lagi dan diberi judul Extended Standard Theory. Pada tahun 1975 buku yang baru itu direvisi dan diberi judul Revised Extended Standard Theory. Dan, yang terakhir, teori tentang Tata Bahasa Transformasi direvisi lagi menjadi Goverment and Binding Theory.

Selanjutnya peta struktur bahasa dalam perspektif teori Standar yang Diperluas versi Radford (1988), dan teori Standar Diperluas yang Direvisi dikutip pada sebuah artikel yang ditulis oleh Mangasa Silitonga dalam jurnal PELLBA 3 (1990).

 


Peta 1 Teori Standar yang Diperluas versi Radford (1988).

 

Peta 2 Teori Standar yang Diperluas (PELLBA 3, 1990)

 

 

Peta 3 Teori Standar Diperluas yang Direvisi (PELLBA 3, 1990)

  

a. Kompetensi

Menurut Chomsky (1965:3-9), TGT adalah teori tentang kompetensi.Chomsky membedakanantara kompetensi dan performansi. Kompetensi adalah pengetahuan penutur aslimengenai bahasanya, yaitu sistem kaidah yang telah dikuasainya sehingga iamampu menghasilkan dan memahami sejumlah kalimat yang terbatas, sertamengenal kesalahan-kesalahan dan ambiguitas-ambiguitas gramatikal.

 

b. Performansi

Performansi adalah penggunaan bahasa yang sesungguhnya oleh penutur aslidalam situasi nyata. Dengan kata lain performansi linguistik adalah ketrampilan seseorang dalam menggunakan bahasa.

Selanjutnya, TGT bertolak dari kompetensi.Sehubungan dengan hal ini, Chomskymenegaskan bahwa teori linguistik bersifat mentalistik karena teori ini berusahamenemukan realitas mental yang mendasari tingkah laku yang sesungguhnya.Performansi tidak dapat dijadikan sebagai landasan karena rekaman dari bahasalisan yang alamiah menunjukkan awal yang salah, penyimpangan dari kaidah,perubahan rencana sementara pembicaraan berlangsung dsb.

Selanjutnya, linguistik adalah telaah kompetensi. Objeksesungguhnya dari telaah linguistik adalah masyarakat yang homogen yang didalamnya semua orang menggunakan bahasa yang sama serta mempelajari bahasaitu secara wajar. Data linguistik bukanlah ujaran oleh individu yang harusditelaah, melainkan intuisinya tentang bahasanya, utamanya pertimbangannyamenyangkut kalimat mana yang gramatikal dan yang mana yang tidak gramatikal,serta pertimbangannya tentang keterkaitan kalimat, artinya kalimat mana yangmengandung makna yang sama. Teori bahasa hendaknya dibentuk untukmenerangkan intuisi ini.

c. Sifat Kreatif Bahasa

Bahasa memiliki sifat kreatif dan inovatif.Kreativitas bahasaadalah kemampuan penutur asli untuk menghasilkan kalimat-kalimat baru, yaitukalimat-kalimat yang tidak mempunyai persamaan dengan kalimat-kalimat yangbiasa.Penutur asli mampu menghasilkan dan memahami kalimat-kalimat baruatau mampu membuat pertimbangan mengenai keberterimaannya. Selanjutnya

d. Sifat Inovatif Bahasa

Chomsky (1972:11-12) menegaskan bahwa pemakaian bahasa yang normalbersifat inovatif, dengan pengertian bahwa kebanyakan yang kita katakan samasekali baru, bukan ulangan dari apa yang telah kita dengarkan sebelumnya,bahkan tidak mempunyai pola yang sama dengan kalimat-kalimat atau wacanayang kita dengar di waktu lampau. Sangat sedikit yang kita hasilkan atau dengarmerupakan ulangan dari ujaran-ujaran sebelumnya.

Chomsky berpandangan bahwa TGT adalah seperangkat kaidah yang memberikan pemerianstruktural kepada kalimat.Tujuan linguis yang berusaha untuk menjelaskan aspekkreatif dari kompetensi gramatikal ialah memformulasikan seperangkat kaidahpembentukan kalimat (kaidah sintaksis), kaidah penafsiran kalimat (kaidahsemantis), dan kaidah pengucapan (kaidah fonologis).Jadi, mempelajari suatubahasa berarti mempelajari seperangkat kaidah sintaksis, kaidah semantis, dankaidah fonologi.

e. Bahasa merupakan cermin fikiran.

Bahasa adalah cermin pikiran.Chomsky (1972:103) menyatakanbahwa terdapat sejumlah pertanyaan yang menyebabkan seseorang mempelajaribahasa.Ciri-ciri inheren dari pikiran manusia dapat diketahui setelah menelaahbahasa secara rinci. Maksudnya, dapat dicapai pemahaman yang lebih baiktentang bagaimana pikiran manusia menghasilkan dan memproses bahasa .

f. Struktur Batin dan Struktur Lahir

Istilah struktur batin digunakan untuk merujuk kepada representasi mental yang mendasari suatu ujaran. Menurut Chomsky (1972a : 16), konsep struktur batin dan struktur lahir dapat ditelusuri kembali kepada tata bahasa Port-Royal. Menurut teori Port-Royal, struktur lahir barsesuaian dengan bunyi, yaitu aspek fisik bahasa tetapi ketika sinyal dihasilkan dengan struktur lahirnya maka di situ berlangsung analisis mental yang sesuai dengan apa yang kita sebut dengan struktur batin, yaitu struktur formal yang menghubungkan secara langsung bukan kepada bunyi, melainkan kepada makna.

g. Kaidah Struktur Frasa (KSF)

Kaidah struktur frasa adalah serangkaian pernyataan yang menjelaskan antara lain, urutan unsur-unsur yang mungkin dalam suatu kalimat atau kelompok kata. Brorwn dan Miller (1982 :15,16) dalam Ba’dulu dan Herman  2005 :72) menyatakan bahwa ada dua jenis kaidah struktur frasa yakni kaidah struktur frasa bebas konteks dan kaidah struktur frasa

sensetif konteks. Contoh KSF bebas konteks  X → Y.

dan contoh KSF sensetif konteks X  —  Y/ → Z.

 

 

h. Pemarkah Frasa

Menurut Crystal (dalam Ba’dulu dan Herman 2005 : 75) pemarkah frasa adalah istilah yang digunakan dalam linguistik generatif untuk menunjuk kepada representasi struktur kalimat dalam kaitannya dengan kurung berlabel, sebagaimana diberikan oleh kaidah-kaidah tata bahasa. Pemarkah frasa secara eksplisit menjelaskan struktur hierarkis kalimat pada berbagai tingkatan derivasinya, dan menganalisisnya menjadi gugus morfem atau formatif yang linear. Pemarkah frasa biasanya disajikan dalam bentuk diagram pohon

 

2.7   Sintaksis Sesudah TGT

Selanjutnya, tiga teori sintaksis perlu dideskripsikan sebelum bergeser ke pendeskripsian tagmemik.Tiga teori itu ialah teori sintaksis tata bahasa kasus, teori sintaksis tata bahasa lexicace, dan teori sintaksis tata bahasa relatsional.Teori-teori ini merupakan perkembangan dan modifikasi serius dari teori tata bahasa generatif transformasional.

 

a. Tata Bahasa Kasus

Tatabahasa kasus atau teori kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalamkarangannya yang berjudul “The Case for Case” pada thun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. dan R. Harms Universal ini Linguistic Theory, terbitan Holt Rinehart and Winston.Dalam karangannya yang terbit pada tahun 1968, Fillmore membagi kaliamat atas : (1) modalitas, yang bias berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbial; dan (2) preposisi, yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus.Yang dimaksud kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argument dalam teori semantik generatif. Hanya argument dalam teori ini diberi label kasus.

Dalam teori ini Fillmore tidak membatasi jumlah kasus, tetapi dalam versi 1971 dibatasi atas kasus agent, experience, object, means, source, goal, dan referential. Yang dimaksud dengan agent adalah pelaku perbuatan yang melakukan suatu perbuatann seperti makan, menendang, atau membawa. Yang dimaksud dengan experience adalah yang mengalami peristiwa psikologis, seperti saya, atau dia, dalam kalimat “saya tahu” dan “dia merasa takut”. Object adalah sesuatu yang dokenai perbuatan, atau yang mengalami suatu proses seperti bola, atau rumah dalam kalimat “Dika menendang bola” atau “Pak Lurah membangun rumah”. Yang dimaksud dengan source adalah keadaan, tempat, atau waktu yang sudah, seperti Bandung dalam kalimat “kemarin paman pulang dari Bandung”.Goal adalah keadaan, tempat atau waktu yang kemudian seperti guru dalam kalimat “Ibu Sari ternyata seorang guru”.Sedangkan referensial adalah acuan seperti husin dalam kalimat “Husin temanku”.Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya persamaan antara teori semantic generatif dengan teori kasus, yaitu sama-sama menumpukan teorinya pada predikat atau verba.

Pandangan Fillmore (1968 : 24) dalam ba’dulu dan Herman (2005 : 78) bahwa konsep kasus itu terdiri atas seperangkat konsep yang universal, mungkin dibawa sejak lahir, yang mengidentifikasikan jenis-jenis pertimbangan yang dapat dibuat oleh manusia tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya, pertimbangan-pertimbangan tentang hal-hal seperti siapa yang melakukannya, kepada siapa hal tersebut terjadi, dan siapa yang berubah.

 

b. Tata Bahasa Lexicase

Tata bahasa lexicase dikembangkan oleh Stanley Starosta. Tata bahasa itu dibicarakakan dalam bukunya berjudul The case for Lexicase : An Outline of Lexicase Grammatical Theory tahun 1988.

Pandangan Stanley Starosta (1976 : 504) dalam Ba’dulu dan Herman (2005 : 90) bahwa setiap bahasa memiliki sekurang-kurangnya bentuk kasus nominatif [+NM] struktur lahir subjek grmatikal dan bentuk akusatif [+AC] struktur lahir non subjek.Kareana bentuk-bentuk kasus diungkapkan utamanya oleh nominatif dan akusatif, maka suatu bentuk kasus dapat merealisasikan lebih dari satu relasi kasus.

 

c. Tata Bahasa Relasional

Tata bahasa relaasional muncul pada tahun 1977 sebagai reaksi tantangan langsung terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori-teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tatabahasa transformasi. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain, David M. Perlmutter dan Paul M. Postal.

Sama halnya dengan tatabahasa transformasi, tatabahasa relasional juga berusaha mencari kaidah kesemestaan bahasa.Dalam hal ini Tatabahasa Relasional (TR) banyak menyerang Tatabahasa Transformasi (TT), karena dianggap tidak dapat diterapkan pada bahasa-bahasa lain selain bahasa Inggris.

Sebagai contoh “saya diberi buku itu oleh Ali”.Jika dianalisis dari segi tatabahasa tarnsformasi, bentuk kalimat tersebut merupakan hasil dari macam transformasi yang dilakukan secara berurutan, yaitu, transformasi datif, lalu transformasi pasif. Jadi keseluruhannya ada tiga bentuk atau kontruksi yang terlibat, yaitu, (a) kontruksi kalimat inti, (b) kontruksi kalimat hasil transformasi datif, (c) kalimat hasil transformasi pasif dari kontruksi datif. Menurut analisis tatabahasa relasional kalimat di atas juga mempunyai tiga tataran structural yang urut-urutannya juga sama dengan menurut teori tatabahasa transformasi di atas

Perlmutter dan Postal (1977) berprinsip bahwa;

·         Relasi-relasi gramatikal seperti subjek, objek langsung, objek tak langsung dan relasi-relasi lainnya diperlukan untuk mencapai tiga tujuan teori linguistic yakni (1) memformulasikan kesemestaan linguistik (2) memeberi cirri kepada kelas konstruksi gramatikal yang ditemukan dalam bahasa-bahasa alamiah dan (3) membentuk tata bahasa yang memadai dan berwawasan penuh dari bahasa-bahasa individual.

·         Relasi-relasi gramatikal tidak dapat diberi batasan dalam kaitannya dengan konsep-konsep lain, seperti urutan kata, konfigurasi struktur frasa, atau pemarkahan kasus, melainkan haurus dipandang sebagai unsur-unsur mendasar dari teori linguistik.

·         Ada tiga hal yang harus dirinci dalam representasi sintaksis (1) unsur-unsur mana yang menyandang relasi gramatikal terhadap unsur-unsur lain (2) relasi gramatikal mana yang disandang oleh setiap unsur terhadap unsur-unsur lainnya dan (3) tingkat mana setiap unsur menyandang relasi gramatikal terhadap unsur-unsur lainnya.

 

2.8   Tagmemik

Tata bahasa tagmemik dikebangkan oleh Kenneth Lee Pike.Teori ini juga digunakan oleh Summer Institute of Linguistics (SIL) untuk pelatihan analisis bahasa. L. Pike yang sebelumnya menekuni bidang fonologi. Pada tahun 1940-an dan 1950-an ia melakukan kegiatan penelitiannya dan menganalisis bahasa dengan menggunakan tagmem. Pada tahun 1954 ia menerbit bukunya berjudul Language in Relation to a United Theory of the Structure of Human Behaviour.Menurut mazhab ini,istilah tagmeme berasal dari bahasa Greek tagma yang berarti susunan (arrangement). Istilah dahulu adalah gramene yang berarti korelasi slot dengan sekelompok butir-butir yang bisa menempat slot itu. Sebagai pengembang tagmemik, pandangan L. Pike tentang bahasa dapat disajikan sebagai berikut.

 

·         Bahasa dapat dideskripsikan dalam kaitannya dengan hierarki segi-tiga antara fonologi, leksikon, dan tata bahasa. Dalam hierarki gramatikal, konstruksi disusun pada rangkaian tingkat yang jelas. Tingkat-tingkat paling umum digunakan adalah tingkat kalimat, tingkat klausa, tingkat frasa, tingkat kata, dan tingkat morfem.

·         Kalimat sebagai inti dasar grammar ditolak, dan dilakukan penekanannya padapenertiban tata urut unit-unit gramatik ke dalam tingkatan (ranks atau level)

·         Unit dasar grammar tidak bisa dinyatakan dalam fungsi saja, misalnya subjek + predikat + objek, tidak pula dinyatakan dengan rentetan bentuk, misalnya noun phrase + verb phrase + noun phrase, tapi diungkapkan bersamaan dalam rentetan, misalnya S : NP + P +VP + O + NP.

 

Selanjutnya, para filsuf dan linguis memiliki banyak aktivistas dalam studi – studi struktur bahasa pada perspektif keinternalan bahasa itu sendiri.Disamping itu juga, mereka menghubungkan struktur keinternalan bahasa itu dengan faktor-faktor di luar internal bahasa itu, sehingga lahirlah berbagai subdisiplin ilmu pengetahuan bahasa yang dikenal sebagai linguistik makro, misalnya sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik dan lain-lain.Pada paper ini dapat disajikan atau diselipkan satu subdisiplin linguistik yakni sosiolinguistik sebagai penambahan dalam pembicaraan teori-teori linguistik.

 

 

2.9   Sosiolinguistik

Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua kata, yaitu sosio dan lingustik.Sosio- adalah masyarakat, dan ligustik adalah kajian bahasa, jadi sosioliguistikmerupakan kajian bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan(Sumarsono, 2004: 1).Nababan (1991: 2) menyimpulkan istilah sosioliguistiksebagai studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasasebagai anggota masyarakat.Adapun Chaer (2004: 4) merumuskan sosiolinguistiksebagai cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi,dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dan faktor-faktor sosial di dalamsuatu masyarakat tutur.Nurhayati (2009: 3) menjelaskan masing-masing cakupan kajiankemasyarakatan dan kajian kebahasaan dalam sosiolinguistik. Menurut Nurhayati(2009: 3), kajian kemasyarakatan dalam sosiolinguistik mencakup antara lain:partisipan atau pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi, baik dalam kelompokbesar maupun kecil; fungsi kelompok; persentuhan dalam kelompok; sektorsektorsosial; hubungan-hubungan dan perbedaannya. Adapun kajian kebahasaandalam sosiolinguistik antara lain: perbedaan kode dari ragam kelompok sosial,dari strata rendah dan strata tinggi; gaya bahasa; tujuan serta fungsi bahasa(register); dan tingkat tutur (Nurhayati, 2009: 3).

Fishman (1972) tidak menggunakan istilah sosiolinguistik, tetapipenggunakan istilah sosiologi bahasa.Fishman (dalam Sumarsono, 2004: 2)menjelaskan cakupan permasalahan dalam sosiologi bahasa sebagai berikut.“The sociology of language focuses upon entire gamut of topics related tothe social organitation of language behavior including not only languageusage per se, but also language attitude, overt behavior toward languageand language users”.(Sosiologi bahasa meyoroti keseluruhan permasalahan yang berhubungandengan organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya mencakup pemakaianbahasa saja, melainkan juga sikap-sikap bahasa, perilaku terhadap bahasa dan pemakai bahasa).

Pendapat Fishman tersebut semakin mempertegas bahwa sosilogi bahasa atausosiolinguistik merupakan kajian bahasa yang menempatkan bahasa dalampenggunaanya di dalam masyarakat.Pada sosiolinguistik, bahasa dilihat sebagaisarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia (Chaer, 2004: 3).Masalah dan topik-topik utama dalam sosiolinguistik disampaikan secararinci oleh Nababan (1991: 3). Menurut Nababan (1991: 3), masalah utama yangdibahasa oleh sosioliguistik adalah: (1) mengkaji bahasa dalam konteks sosial dankebudayaan; (2) menghubungkan faktor-faktor kebahasaan, ciri-ciri, dan ragambahasa dengan situasi serta faktor-faktor sosial dan budaya; (3) mengkaji fungsifungsisosial dan penggunaan bahasa dalam masyarakat. Adapun topik-topikutama dalam sosiolinguistik menurut Nababan (1991: 3) yaitu: (1) bahasa, dialek,idiolek, dan ragam bahasa; (2) repertoar bahasa; (3) masyarakat bahasa; (4)kedwibahasaan dan kegandabahasaan; (5) fungsi kemasyarakatan bahasa; (6)penggunaan bahasa (etnografi bahasa); (7) sikap bahasa; (8) perencanaan bahasa;(9) interaksi sosiolinguistik; (10) bahasa dan kebudayaan.

a. Bilingualisme

Bilingualisme di dalam bahasa Indonesia disebut juga dengankedwibahasaan. Bloomfield (dalam Alwasilah, 1985: 125) menerangkankedwibahasaan sebagai penguasaan yang hampir sama baiknya terhadap duabahasa seperti halnya penutur asli. “Penguasaaan yang sama baiknya” yangdimaksud yaitu bahasa kedua dikuasai sama baiknya dengan bahasa ibu.

Pendapat Bloomfield tersebut berbeda dengan pendapat Weinreich(dalam Rusyana, 1988: 1) yang menerangkan kedwibahasaan sebagai praktekpenggunaan dua bahasa secara berganti-ganti.Weinreich tidak menyebutkan halpenguasaan penutur terhadap kedua bahasanya.Sependapat dengan Weinreich,Hartman & Stork (dalam Alwasilah, 1985: 124) mengartikan bilingualism sebagai pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat ujaran.Weinreich beserta Hartman & Stork tidak membatasi kedwibahasaan dari tarafpenguasaan bahasa oleh seorang penutur, tetapi tetap menegaskan mengenai“penggunaan” dua bahasa.Bertolak belakang Bloomfield, Weinreich serta Hartman & Stork,menurut Haugen (dalam Rusyana, 1988: 2) tidak perlu dwibahasawanmenggunakan kedua bahasanya, cukuplah ia mengetahui kedua bahasa tersebut.

b. Diglosia

Menurut Ferguson (dalam Alwasilah, 1985: 136-137) diglosia adalahhadirnya dua bahasa baku dalam satu bahasa, bahasa tinggi dipakai dalamsuasana-suasana resmi dan dalam wacana-wacana tertulis dan bahasa rendah yangdipakai untuk percakapan-percakapan sehari-hari. Berdasarkan pendapat Fergusontersebut, Alwasilah (1985: 137) menekankan bahwa persoalan diglosia adalahpersoalan antara dua dialek dari satu bahasa, bukan antara dua bahasa. Penuturpada masyarakat ujaran tertentu menggunakan dua ragam bahasa atau lebih dalam

kondisi-kondisi tertentu (Alwasilah, 1985: 137).

Definisi diglosia oleh Ferguson tersebut menurut Sumarsono (2004: 39)dianggap klasik karena kemudian muncul gagasan lain oleh Fishman pada tahun1967. Lebih lanjut Sumarsono (2004: 39) menjelaskan bahwa Fishman telahmengembangkan gagasan peran atau fungsi yang dimaksud dalam diglosia kewilayah yang lebih luas.Menurut Fishman (dalam Sumarsono, 2004: 39-40),diglosia adalah objek sosiolinguistik yang mengacu kepada pendistribusian lebihdari satu ragam bahasa atau bahasa yang melayani tugas-tugas komunikasi yangberbeda dalam suatu masyarakat.Diglosia mengacu kepada perbedaan linguistik bagaimana pun bentuk dan wujudnya, mulai dari perbedaan gaya dalam satubahasa sampai kepada penggunaan dua bahasa yang sangat berbeda.

 

c. Interferensi

Kata interferensi merupakan serapan dari bahasa Inggirs, yakniinterference.Interference berarti gangguan, rintangan, percampuran (Darmanto, 2004: 198).Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) untukmenyebutkan adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanyapersentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan olehpenutur yang bilingual (Chaer dan Agustina, 2004: 120).Robert Lado (dalam Abdulhayi, 1985: 8) menyatakan bahwa interferensiadalah kesulitan yang timbul dalam proses penguasaan bahasa kedua dalam halbunyi, kata, atau konstruksi sebagai akibat perbedaan kebiasaan dengan bahasapertama. Hartman & Stork (dalam Alwasilah, 1985: 131) menyebut interferensisebagai “kekeliruan” yang disebabkan oleh terbawanya kebiasaan-kebiasaanujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa atau dialek kedua. Penerapan keduaumusan tersebut pada dwibahasawan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia adalahinterferensi akan terjadi dari bahasa Jawa sebagai bahasa pertama (B1) dalampenggunaan bahasa Indonesia selaku bahasa kedua (B2).Pendapat Robert Lado serta Hartman & Stork tersebut berbeda denganpendapat Alwasilah (1985: 132) yang mengatakan bahwa dalam interferensiterjadi saling mempengaruhi antar bahasa.Pendapat tersebut didukung olehEkowardono (1990: 14) yang berpendapat bahwa interferensi dapat berlangsungtimbal balik. Artinya, unsur bahasa pertama dapat “menyelonong” ke bahasakedua dan unsur bahasa kedua “menyelonong” ke bahasa pertama (Ekowardono,1990: 14). Penggunaan kata “menyelonong” oleh Ekowardono dapat diartikansebagai sebuah kekeliruan yang tidak disengaja oleh penutur. Unsur suatu bahasamasuk begitu saja tanpa disadari ketika menggunakan bahasa lain.


 

BAB   III

EPILOG

 

Pembahasan singkat perkembangan linguistik di atas dapat diringkas bahwa ada tahap-tahap perkembangan linguistik yang dapat dipahami, yakni mulanya bahasa dibicarakan oleh para filsuf masih bersifat spekulatif. Dengan kata lain, para filsul mulai menaruh perhatiannya untuk membahas bahasa atau bunyi ujaran manusia. Mereka membicarakan asal muasal bahasa terutama kata dan maknanya serta keteraturan bahasa.Tahap berikutnya ialah pembicaraan bahasa bertambah luas.Perhatian terhadap hakekat bahasa yang berfokus pada strukturalisme empirisme, pada era abad ke-20 itu linguis membicarakan struktur bahasa yang dapat disebut ilmu bahasa atau linguistik modern.Tokohnya ialah Ferdinand de Saussure.Penganut strukturalisme ini berpandangan bahwa bahasa merupakan suatu bangunan dari unit-unit yang lebih kecil dan sampai yang terkecil misalnya kata, morfem, dan fonem.

Selanjutnya, tahap aliran generatif trasforrmasionaime atau dapat disebut juga tata bahasa generatif transformasional, dalam bahasa Inggris dapat disebut Transformational Generative Grammar yang disingkat dengan TGG).Teori ini dikembangkan oleh Noam Chomsky.Ia berpandangan bahwa bahasa adalah cermin pikiran. Pikiran manusia dapat diketahui setelah menelaah bahasa secara rinci. Dengan kata lain, pencapaian pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pikiran manusia menghasilkan dan memproses bahasa.Tata bahasa kasus, lexicace, dan relasional adalah perkembangan dari generatif transformasinal.Kemudian, Tagmemik yang dikembangkan oleh Kenneth Lee Pike.Pandangan Pike bahwa kalimat sebagai inti dasar grammar ditolak, dan dilakukan penekanannya pada penertiban tata urut unit-unit gramatik ke dalam tingkatan (ranks atau level). Pembicaraan bahasa terus meluas dan bergayut dengan disiplin ilmu lain yang dikenal dengan makrolinguistik salah satunya adalah sosiolinguistik yang membicarakan perilaku bahasa bergayut dengan interaksi sosial dalam masyarakat.

Penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya.Semoga upaya pembicaraan sepintas mengenai perkenbangan linguistik dengan harapan bermanfaat bagi para pembaca dan pemerhati bahasa serta para mahasiswa yang mengambil bidang ilmu kebahasaan.

 

 

 


Referensi:

Alwasilah, Chaedar, A. 1993. Beberapa Mazhab & Dikotomi Teori Linguistik.

Bandung:   Penerbit Angkasa

Ba’dulu dan Herman. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Chaer.Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Cook. A. Walter, S.J. 1970. Case Grammar Development of the Matrix Model.

Georgetown University Press.

Chomsky, Noam. 1957. Syntactic Structure. Paris: Mouton the Hague’

Chomsky, Noam. 1965. Aspect of the Theory of Syntax. Cambridge Massachusetts: The

M.I.T. Press.

Darmanto, Priya dan Pujo Wiyoto. 2004. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia. Surabaya:

Arkola

Ekowardono, Karno. 1990. Pembinaan Bahasa Jawa dalam Konteks Politik Bahasa

Nasional.Semarang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Gleason, Henry, A. 1961. An Introduction to Descriptive Linguistcs.New York: Holt

Rinehart and Winston.

Jurnal. 1990. PLLBA 3. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Ihalauw, Jhon. 2008. Konstruksi Teori: Komponen dan Proses. Jakarta: Penerbit PT

Gramedia Widiasarana Indonesia.

Kaelan. 1998. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

……… 2009.Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta: Penerbit

Paradigma.

Parera, J.D. 2009.Dasar-Dasar Analisis Sintaksis. Surabaya:  Erlangga.

Sumarsono. 2008. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Penerbit SABDA bekerjasama dengan

Pustaka Pelajar.

Verhaar, J.W.M. 1989. Pengantar Linguistik.Gadjah Mada University Press.

 

 

 

 

  





Komentar